Agustus 26, 2008

MEGENGAN, TRADISI RAMADHAN SUKU SAMIN

Hari-hari mendekati bulan puasa, komunitas adat Samin di Desa Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, disibukkan tradisi megengan atau kenduri. Setiap warga di dusun itu saling mengundang warga lain untuk mengikuti tradisi itu di rumahnya.

Di Dusun Jepang, lokasi komunitas itu, bermukim 216 kepala keluarga dengan 572 jiwa. Bila setiap keluarga menggelar tradisi itu, maka mereka benar-benar tidak memiliki waktu untuk melakukan pekerjaan lain.

"Puncak acara biasanya pada dua hari sebelum puasa," kata Muhammad Miran, tokoh masyarakat di dusun itu. Selain membaca doa bersama-sama, katanya, tradisi itu ditutup dengan pemberian buah tangan kepada setiap tamunya saat pulang.

Miran termasuk tokoh masyarakat yang sering diminta memimpin doa dalam tradisi itu. Dulu, ia pernah "nyantri" di Pondok Pesantren Magelang, Jawa Tengah.

"Beberapa tahun terakhir, sudah banyak warga yang bisa memimpin doa. Termasuk dari kalangan pemuda. Bahkan, mereka juga sudah mampui menjadi imam sahalat tarawih," kata Miran.

Suasana bulan puasa di dusun itu, kata Miran, bukan hanya saat menggelar tradisi megengan. "Jamaah shalat tarawih juga terus bertambah, termasuk anak-anak," katanya.

Pada 1995, warga komunitas itu melaksanakan shalat tarawih di Masjid Al Huda. Masjid itu dibangun atas dukungan Hardjo Kardi, trah terakhir pendiri komunitas adat Samin, Samin Surosentiko. Sekarang, dusun itu telah memiliki dua tempat ibadah lain, yang juga menyelenggarakan ibadah di bulan Ramadhan itu.

"Rata-rata setiap masjid atau mushalla diikuti 20 hingga 30 jamaah", kata Miran. "Namun untuk shalat ied dilaksanakan di Masjid Al Huda.(SHA/LIPUTAN6)


Agustus 25, 2008

TEORI DARWIN BERMULA DARI TERNATE

Teori evolusi Charles Robert Darwin, ternyata bermula dari penelitian yang dilakukan Alfred Russel Wallace di Ternate, Indonesia. Demikian Profesor Doktor Sangkot Marzuki, Direktur Lembaga Eijkman, seperti disampaikan Sekretaris Kedua PTRI Jenewa, Yasmi Adriansyah, Jumat (22/8).

Menurut Profesor Sangkot, selama ini publik beranggapan Teori Evolusi merupakan buah pemikiran dan hasil penelitian dari Charles Robert Darwin, peneliti berkebangsaan Inggris kelahiran 1809. Ia meyakinkan dunia dengan Teori Seleksi Alam-nya itu dalam buku "On the Origin of Species" pada 1859, yang berisikan argumentasi dan fakta ilmiah asal-usul spesies makhluk hidup.

Anggapan publik dalam konteks sejarah, katanya, tidak dapat dikatakan sepenuhnya benar. "Sebenarnya, Teori Seleksi Alam dicetuskan Alfred Wallace melalui tulisannya 'On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely From the Original Type' pada 1858, atau setahun sebelum penerbitan buku Darwin," kata Profesor Sengkot.

Ia mengatakan, terdapat kemiripan antara Teori Darwin dan hasil penelitian Wallace. "Pada 1858, Wallace kerap melakukan korespondensi dengan Darwin, termasuk mengirimkan sejumlah hasil penelitiannya. Wallace merupakan peneliti yang miskin dan tidak jarang mendapatkan bantuan finansial dari Darwin," katanya.

Fakta itu sangat penting bagi Indonesia, kata Profesor Sengkot, mengingat sebagian besar penelitian Wallace dilakukan di Indonesia, khususnya di Ternate.

Selain pertama kali mencetuskan Teori Seleksi Alam, Wallace juga menelurkan konsep-konsep terkenal seperti Garis Wallace (Wallace Line), garis yang membelah kawasan geografis hewan-hewan Asia dan Australia. Garis-garis itu melintang di sepanjang kepulauan Nusantara (Pulau Kalimantan dan Sulawesi), serta memisahkan Selat Lombok dan Pulau Bali.

Selama melakukan penelitian antara 1854 sampai 1862 itu, Wallace berada di Indonesia. "Terdapat bukti historis, Wallace memiliki tempat tinggal di Ternate," kata Profesor Sengkot.

Berdasarkan fakta itu, Komunitas Ilmiah Indonesia akan merayakan 150 Tahun Teori Evolusi Wallace pada akhir tahun 2008, dalam bentuk diskusi dan pameran multimedia. Tujuannya, menarik perhatian komunitas internasional. Puncaknya, konferensi internasional di Ternate, tempat Wallace banyak melakukan penelitian hingga mengukuhkan diri sebagai ilmuwan pertama pencetus Teori Evolusi.(SHA/LIPUTAN6)

Note:
Kontroversi menyangkut sebuah temuan selalu bermunculan. Terlebih, untuk temuan-temuan yang "seksi" dan mendunia. Kasus terbaru, kontrovesi dan polemik temuan Homo Floresiensis di Liang Bua, Flores. Jauh dibelakang cerita itu juga berhembus persaingan sesama ilmuwan, lokal dengan lokal, lokal dengan asing, atau asing dengan asing. Tapi, inilah pertarungan mengungkap sebuah kebenaran.

SUKU POHON DI PAPUA "DIRUMAHKAN"

Pemerintah Provinsi Papua akan "merumahkan" warga suku Koroway yang selama ini bermukim di pepohonan rimba Papua di Distrik Citak Mitak, Kabupaten Mappi. Demikian Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Papua, Wasuok Joseph Siep, Rabu (13/8).

Kebijakan itu merupakan kelanjutan dari "turun kampung" Gubernur Papua Barnabas Suebu ke ibukota Distrik Citak Mitak akhir Juli lalu. Pemerintah setempat telah menganggarkan kebijakan itu untuk APBD 2009, dengan program menjajaki kondisi geografis, keberadaan penduduk, dan jumlah warga suku Koroway.

Suku Koroway bermukim di atas pohon-pohon tinggi di hutan belantara Kabupaten Mappi dan Kabupaten Boven Digoel. Hingga kini, mereka masih mengembara di kawasan daerah aliran sungai Mamberamo yang tersebar di sejumlah kabupaten. Selama ini, mereka dibina Yayasan Pengembangan Masyarakat Masirey Papua yang dipimpin Theis Wopari.

Suku pohon itu ditemukan para pekerja sebuah perusahaan pengeboran minyak dan gas bumi asing pada sekitar 1982. Dilaporkan, kaum lelaki suku itu mengenakan selembar daun yang diikat tali di ujung auratnya, sedangkan kaum perempun mengenakan selembar daun yang diikat tali di pinggang menutupi auratnya.

Menurut Siep, setelah penjajakan kondisi geografis dan keberadaan penduduknya, komunitas mereka akan dikembangkan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.(SHA/LIPUTAN6)

Note:
Cerita Orang Pohon tak ubahnya Orang Perahu, semacam suku Bajo, yang juga dirumahkan. Di Sulawesi Selatan, ada suku Tobalo, yang semula bermukim di atas pohon, yang sekarang dirumahkan. Lucunya, mereka keluar-masuk bukan hanya melalui pintu, tapi juga jendela. Ada juga suku Binggi di Sulawesi Barat, yang kabarnya masih bermukim di atas pohon, tapi akan dirumahkan juga. Entah setelah dirumahkan, apa juga akan keluar-masuk melalui pintu dan jendela.

Agustus 19, 2008

MEMOTRET KHATULISTIWA



Akhirnya, tuntas sudah perjalanan memikul amanah. Desember 2005 hingga Desember 2007, saya berada di rumah bernama POTRET. Hasil kunjungan ke 20 provinsi, 31 kabupaten, dan entah berapa kabupaten dan kecamatan yang dilewati -- sekedar singgah atau istirahat -- adalah 41 episode, dengan berbagai topik dan kemasan.

Syukur alhamdulillah, akhirnya perjalanan itu bisa dilewati dengan selamat. Saya tidak berani menjamin, apakah isinya berguna atau tidak, apakah materinya bermanfaat atau tidak, dan apakah contentnya bermutu atau tidak. Banyak parameter yang bisa dibuat untuk mengukurnya. Tapi, banyak subyektivitas pula yang menjadi acuan. Sehingga, akhirnya "rasa"lah yang menjadi alat ukur terobyektif dan jujur. Karena itu, marilah kita sama-sama mengasah "rasa" hingga menjadi cita rasa nan tulus, mampu menembus setiap hijab dengan kesempurnaan, dan bisa memaknainya secara mendalam.

Rasa syukur nan terkira, bukan hanya karena saya berhasil menuntaskan amanah itu persis di dua tahun perjalanan dan hari jadi yang 40 tahun, tapi dengan kerendahan hati, saya berhasil mengabadikannya dalam dua buah buku. "MEMOTRET KHATULISTIWA" & "SUFI GAUL", judulnya. Isinya, catatan produksi di belakang komputer, di tengah lapangan, dan di ruang editing. Ada kisah petualangannya nan indah dan melelahkan, ada teknis pemilahan ide dan perumusan premis, dan ada cerita the making of... nya yang berlagak ilmiah. Buku itu bukan karya hebat dan bisa dibanggakan. Tapi, sekedar catatan kerja, yang diharapkan bisa memberikan inspirasi bagi siapa pun untuk berani memulai sebuah pekerjaan. Khususnya, menggagarp film dokumenter.

Sedangkan buku kedua bercerita tentang kisah-kisah inspiratif yang bisa dipetik dari kehidupan masyarakat adat dan seniman tradisional. Arahnya, bisa disebut menjadi semacam buku motivasi dan tasawuf populer. Hal ini jadi perlu dihadirkan, karena saya merasa menemukan banyak mutiara ketika mengunjungi berbagai lokasi produksi. Dan, sayang bila mutiara-mutiara itu tidak dibagikan kepada Anda.

Dalam waktu dekat, Insya Allah "MEMOTRET KHATUSLITIWA" & "SUFI GAUL" akan menjumpai Anda. Sabar menanti adalah memenuhi amanah Rasulallah dan firman Allah. Sabar, kami akan mengabarkan kabar penerbitannya.

Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu pemenuhan amanah tersebut. Semoga Allah Swt akan membalasnya dengan segala ketulusan dan kemuliaan. Salam hangat dan penuh kedamaian.[]