Dua puluh dua hari paska hilangnya pesawat boeing 737-400 milik Maskapai AdamAir, di wilayah antara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, membuat sejumlah keluarga korban masih diliputi rasa penasaran. Di manakah sesungguhnya sang burung besi itu? Dan, di manakah 102 orang penumpang dan awak kabinnya? Mungkinkah mereka masih hidup dan bisa diselamatkan?
Tidak ada jawaban pasti yang bisa didapat. Bahkan, kerja keras sekitar 300 personil tim SAR dan berbagai lapisan masyarakat seakan menjadi tidak bermakna. Karena, tidak ada jawaban menggembirakan yang bisa dihadirkan. Bila pada akhirnya, Jerry dan Julius harus melakukan pencarian sendiri, tentu saja, lebih dikarenakan rasa ingin tahu yang menggebu akan nasib orang-orang yang dicintainya.
Jerry merupakan adik kandung Pilih. Sedangkan Julius merupakan adik kandung Aloysius. Pilih dan Aloysius merupakan dua dari 96 orang penumpang pesawat AdamAir yang hilang pada 1 Januari 2007. Dengan memboyong sebuah alat memancing (fish finder) dan GPS, mereka pun mencoba mengarungi perairan Selat Makassar di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Tidak mudah membuka tabir yang bisa menjawab keberadaan pesawat AdamAir. Dengan alat memancing bernama fish finder biasanya akan terdeteksi keberadaan ikan, karang, atau benda logam, di bawah air. Sehingga, Jerry dan kawan-kawan berharap, mereka pun bisa mendapat sinyal benda-benda logam yang kemungkinan berada di bawah perairan tersebut. Pada akhirnya, mereka pun berharap, bisa mendapatkan jawaban atas nasib Pilih dan Aloysius.
Namun seperti juga hari kemarin yang seharian menyusuri perairan ini, mereka tidak mendapatkan jawaban yang diharapkan. Di hari pertama pencarian atau hari ke-22 paska hilangnya pesawat Adamair, Jerry dan kawan-kawan sempat mendapatkan sinyal lemah di dekat Pulau Baki. Hari itu, sinyal tidak terlihat lagi. Sehingga, mereka pun memutuskan, untuk harus mengalihkan lokasi pencari ke tempat lain.
Praktis tiga hari ini, Jerry dan Julius, serta rekan-rekan tim kerjanya, melakukan upaya pencarian serpihan pesawat AdamAir dan para korbannya. Dengan demikian, mereka pun harus meninggalkan keluarga dan pekerjaan, juga dengan biaya sendiri. Namun hasil yang didapat, ternyata jauh dari harapan. Kalaupun ada sinyal-sinyal kecil yang didapat, tapi tidak mengurai jawaban panjang tentang cerita akhir pesawat. Apalagi keberadaan salah seorang anggota keluarganya.
Jerry dan Julius berjuang, bukan karena mereka tidak mempercayai dan meyakini kerja keras tim pencari pesawat AdamAir atau karena mereka memiliki energi berlebih untuk melakukan kerja keras tersebut. Namun hal itu, bisa menjadi bukti, adanya ikatan cinta yang begitu kuat antara mereka dan sanak famili. Atau lebih tepatnya, kakak kandung mereka. Sehingga, mereka bukan cuma peduli. Tapi perlu berkorban lebih, untuk memperlihatkan rasa cinta itu.
Pesawat Boeing 737-400 AdamAir dengan nomor penerbangan KI-574, terakhir kali meninggalkan Bandara Juanda, Surabaya, sekitar pukul satu siang. Saat itu, ada isyarat cuaca buruk di udara Pulau Sulawesi.
Selang satu jam mengudara, berita buruk tentang pesawat bernomor lambung papa-kilo-kilo-wiskey itu pun terdengar. Persisnya, setelah angin dari samping (cross wind) berkekuatan 130 km/jam menghantam badan pesawat yang tengah terbang di ketinggian 35 ribu kaki tersebut. Satu-satunya petunjuk adalah adanya sinyal Emergency Locator Beacon (ELBA) yang ditangkap radar Singapura.
Hingga hari ke-23 paska hilangnya pesawat AdamAir, Tim Pencari Pesawat AdamAir bukan hanya mengerahkan sekitar 300 personil SAR, aparat TNI, dan polisi, serta berbagai kelompok masyarakat, Namun, berbagai jenis pesawat dan kapal laut, termasuk KRI Fatahillah dan kapal USNS Mary Sears milik Angkatan Laut Amerika Serikat, juga ikut dilibatkan. Meskipun demikian, laut seakan begitu kokoh menggenggam pesawat AdamAir dan penumpangnya, hingga keberadaannya begitu sulit dilacak.
Misteri hilangnya pesawat 737-400 milik maskapai AdamAir bukan hanya memberi kesibukan baru bagi tim pencari pesawat AdamAir. Karena, mereka harus melakukan rutinitas penyisiran di darat dan air, untuk mendapatkan petunjuk dan serpihan pesawat. Namun, para pakar Desain, Operasi, dan Perawatan Pesawat Udara Institut Teknologi Bandung, ikut melakukan simulasi untuk mendapatkan jawaban seputar hilangnya pesawat naas itu.
Dengan menggunakan piranti lunak matlab dan microsoft flight simulator, mereka memiliki pendapat tentang kondisi terakhir pesawat, perkiraan jatuhnya pesawat, serta nasib terakhir para penumpang dan awak pesawat.
Berita seputar hilang pesawat AdamAir bukan hanya menarik perhatian warga di kota-kota besar. Namun, hal itu juga menjadi bahan pembicaraan di antara para nelayan di desa-desa pesisir Selat Makassar. Termasuk, nelayan-nelayan di Desa Babana, Kabupaten Pinrang. Tepatnya, setelah tim pencari pesawat AdamAir berkesimpulan bahwa pesawat naas itu terjun ke laut.
Maka, dengan kesadarannya sendiri, mereka pun memutuskan untuk melakukan pencarian. Sang kepala dusun, Rusdi, bersama tokoh-tokoh masyarakat setempat, langsung mengumpulkan warga untuk turun ke laut. Bahkan, mereka masih melakukannya hingga hari ke-22 paska hilangnya pesawat naas itu.
Dengan menggunakan perahu milik Sudi, yang biasa digunakan mencari udang, mereka pun menyusuri Selat Makassar di wilayah Pinrang tersebut. Di antara debur ombak yang terus meninggi, mereka berharap mendapat sesuatu, serpihan pesawat atau barang-barang milik korban.
Namun, setelah mereka mengelilingi perairan selam sekitar tiga jam, mereka tidak menemukan apa-apa. Menurut mereka, beberapa hari sebelumnya, mereka pun melakukan pencarian dengan cara seperti itu bersama sejumlah aparat TNI. Saat itu, mereka pun tidak mendapatkan apa-apa.
Bila pakar memiliki bahan analisis dan kesimpulan, maka warga Desa Babana memiliki kepedulian dan keyakinan. Dengan modal itu, warga di desa yang berada sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Pinrang masih menggiatkan diri melakukan pencarian. Warga Desa Babana umumnya bermata pencarian sebagai petambak ikan bandeng dan udang. Mereka ikhlas meninggalkan tambak dan pekerjaan lain, ketika berkeinginan membantu pemerintah dan sesamanya.
Pada hari ke-23 paska hilangnya pesawat AdamAir, Sudi bersama seorang tokoh masyarakat bernama Radi, mencoba menyusuri Selat
Selang tiga jam berada di atas air, mereka menyinggahi Desa Tonyaman di wilayah Majene,
Tidak puas dengan keterangan yang didapat warga Desa Tonyaman di wilayah Majene, Sulawesi Barat, dan tanpa mempedulikan bagaimana perkiraan kondisi para penumpang AdamAir, warga Desa Babana kembali melanjutkan perjalanan. Sambil bergerak ke arah pulang, mata mereka tetap terarah ke tengah laut. Dengan harapan, mereka bisa menemukan serpihan pesawat dan petunjuk lainnya.
Mereka sempat menyinggahi sebuah pulau dan melakukan penyisiran. Namun kali ini, mereka pun harus pulang dengan tangan hampa. Kepedulian dan keyakinan ternyata bukanlah modal memadai, untuk melakukan dukungan pencarian pesawat AdamAir. Kerja keras yang telah dilakukan, bahkan hingga berhari-hari di atas laut, seolah tidak memberikan manfaat apa-apa.
Namun sesungguhnya, warga Desa Babana yang umumnya berasal dari suku Bugis itu, telah meperlihatkan wajah asli mereka. Yakni, warga tradisional yang masih menjunjung nilai kepedulian dan kearifan lokal dalam menyikapi sebuah masalah, yang dihadapi oleh pemerintah atau sekelompok masyarakat.
Dua puluh lima hari paska hilangnya pesawat AdamAir, Ketua Tim Pencari Pesawat AdamAir Marskal Pertama Eddy Suyanto mengumumkan, untuk menghentikan upaya pencarian serpihan pesawat dan jasad penumpangnya. Hal ini dilakukan, setelah Kapal USNS Mary Sears mendeteksi keberadaan flight data recorder dan cockpit voice recorder di palung laut sedalam sekitar 2000 meter di perairan Majene, Sulawesi Barat.
“Mencari Serpihan AdamAir” ; Syaiful Halim (Penulis Naskah); Dwi Nindyas Putra (Penata Gambar); Syamsul Fajri (Penyunting Gambar); Billy Soemawisastra (Narator); M. Nur Ridwan & Budi Utomo (Penata Grafis); Ari Widagdo (Penata Musik); Suparyono (Periset); Margono, Tamrin Soppeng, Radi, Rusdi dkk., Sudi dkk. (Pendukung Produksi/Talent); Dr. Ir. Hisar M. Pasaribu (Narasumber). Diproduksi di Pinrang, Barru, dan Pare-Pare (Sulsel) pada 19-25 Januari 2007. Ditayangkan di Program POTRET SCTV pada 3 Februari 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar