(Foto-foto: Syaiful Halim)
Wayang Garing adalah wayang kulit yang memainkan lakon-lakon klasik oleh seorang dalang, yang tidak memiliki sinden dan nayaga. Ia adalah pemain tunggal. Ia menjadi dalang, ia juga menjadi pesinden, dan ia juga menjadi nayaga. Tidak instrumen gamelan dalam pementasanya. Semua sumber suara berasal dari mulut sang dalang.Wayang Garing sebenarnya bukanlah kesenian standar. Karena, ia tidak memiliki pakem-pakem yang umumnya dimiliki sebuah kelompok wayang. Normalnya, dalang, sinden, dan nayaga, menjadi subyek yang menjalankan kesenian itu. Wayang, gamelan, dan panggung, menjadi sarana untuk memperlihatkan wajah kesenian itu. Dengan konteks tersebut, maka Wayang Garing tampil menjadi kesenian tradisonal yang “kesepian”. Dan, kemeranaan itu muncul karena keterpaksaan. Wayang Garing tampil karena situasi darurat yang dihadapi oleh sang dalang. Sang dalang itu adalah Kajali.
Semula ia adalah penabuh gambang di sebuah kelompok Wayang Kulit. Lalu, ia berguru banyak pada Dalang Madasik, sehingga ia pun berhasil menjadi dalang. Pada tahun 1970, ketika ia baru saja memulai kariernya sebagai dalang, Sang Guru yang juga pimpinan kelompok keseniannya itu meninggal dunia. Bahkan, kelompok wayang kulit itu pun ikut bubar. Maka, ia pun menganggur.
Dalam kesendirian, karena tidak memiliki kru dan gamelan, ia nekat melanjutkan niat untuk tetap berkesenian. Modalnya hanyalah sekarung wayang kulit, sepeda ontel, dan segudang cerita. Instrumen musik yang dimilikinya hanyalah cempala dan kecrek – pengatur ketukan dan irama saat menembang.
Semula ia menyebut dirinya sebagai Dalang Tunggal. Tapi, karena banyaknya ruang kosong karena ketiadaan sinden danga gamelan, maka orang-orang menyebutnya “garing”. Sejak itulah, lahirlah sebuah kesenian baru bernama Wayang Garing! Dan, hingga kini, paling tidak kesenian tersebut telah bertahan lebih dari 25 tahun.
Hampir setiap, Kajali berkeliling dari satu kampung ke kampung lain, dengan sepeda ontel dan sekarung wayang kulit. Kerap ia ngamen dari satu rumah ke rumah lain sekedar berharap mendapatkan uang recehan. Bila sedang beruntung, ia dibuatkan panggung kecil oleh warga yang didatanginya, dan bermain di hadapan penonton yang masih antuasias. Kerap juga, undangan berpentas diterimanya dari orang-orang yang memiliki hajatan.
Di waktu senggangnya, ketika ia tidak mendapat kesempatan mendalang, maka ia menjadi buruh tani. Tujuannya, tentu saja, sekedar memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun di waktu yang lain, ia akan berupaya untuk terus memainkan lakon-lakon Epos Mahabarata atau Babad Banten. Kesenian itu memang erat menyatu dengan jiwa-raganya. Sehingga, ia tidak pernah terpikir untuk “menggantungkan” wayang kulitnya sebagai hiasan. Tapi, ia terus kuatkankan hati, untuk mengawal kesenian tradisional tersebut dengan penuh keteguhan.
KRU PRODUKSI:
"PANGGUNG KELAM KAJALI"; Syaiful Halim (Sutradara/Penulis Naskah); Teguh Prihantoro (Pengarah Fotografi/Kamerawan); Nurul Hidayat (Penata Suara); Joko Mulyanto (Penyunting Gambar); Puji A. Subekti (Narator); M. Nur Ridwan & Budi Utomo (Penata Grafis); Ari Widagdo (Penata Musik); Suparyono (Periset); Lili Bakrie (Pendukung Produksi); Kajali (Narasumber/Talent). Diproduksi di Serang, Banteng, pada 2-8 Desember 2005. Ditayangkan di Program POTRET SCTV pada 17 Desember 2005.
NARASI ORISINAL:
GARING// TIDAK ADA TETABUHAN GAMELAN/ DAN TIDAK ADA SENANDUNG INDAH PARA PESINDEN// YANG ADA/ HANYA SUARA KAJALI/ YANG MENGHANTARKAN SEBUAH CERITA SAMBIL SESEKALI MENYUARAKAN MUSIK PELOG/ SERTA KETUKAN-KETUKAN CEMPALA DAN KECREK// WARGA KABUPATEN SERANG/ BANTEN/ MENYEBUT KESENIAN INI SEBAGAI WAYANG GARING// KARENA/ WAYANG YANG DIMAINKAN OLEH KAJALI/ TERKESAN GARING// NAMUN/ KAJALI TIDAK PEDULI// IA TETAP MEMAINKAN WAYANG-WAYANG WARISAN GURUNYA/ MADASIK/ DI BERBAGAI KESEMPATAN// PERSISNYA/ DI HADAPAN WARGA YANG MASIH MEMINATI KESENIAN BERBAHASA JAWA-SERANG INI//
KAJALI LAHIR DAN DIBESARKAN DI KAMPUNG WADGALIH/ DESA MENDAYA/ SEKITAR 25 KILOMETER DARI KOTA SERANG// BAHKAN/ SETELAH IA MENIKAHI ADIYAH DAN MEMILIKI LIMA PUTRA/ IA TETAP BERTAHAN DI KAWASAN INI// KARENA ITU/ SELURUH WARGA DI DESA INI PUN BENAR-BENAR MENGENAL NAMA DAN PROFESINYA SEBAGAI DALANG WAYANG GARING// DAN/ SELAMA HAMPIR ENAM PULUH TAHUN INI/ IA MENJALANI KEHIDUPAN YANG TERAMAT SEDERHANA// KESEDEHANAAN YANG IA REGUK BERSAMA KELUARGANYA ADALAH RESIKO ATAS PILIHANNYA TERHADAP KESENIAN WAYANG KULIT//
KAJALI MEMILIH MENJADI SENIMAN SEJAK TAHUN 1964/ SEBAGAI PENABUH GAMBANG// LAMA KELAMAAN/ LELAKI BERUSIA HAMPIR ENAM PULUH TAHUN INI JUGA BELAJAR MENDALANG KEPADA MADASIK// SETELAH SANG GURU MENDALANG MENINGGAL DUNIA/ KAJALI HARUS MENENTUKAN PILIHAN TERSULIT// SATU SISI IA TELAH BEGITU MENCINTAI PROFESI DALANG// SISI LAIN/ IA TIDAK LAGI MEMILIKI INTRUMEN MUSIK// KARENA SELURUH PERLENGKAPAN KERAWITAN YANG BIASA DIMAINKAN MADASIK/ DIMINTA OLEH PEMILIKNYA// HINGGA/ KAJALI PUN MERASA SENDIRI// SATU-SATUNYA MODAL YANG MASIH DIGENGGAMNYA ADALAH WAYANG KULIT WARISAN MADASIK DAN BAKAT BESARNYA SEBAGAI DALANG//
SORE ITU/ KAJALI MENINGGALKAN RUMAH DISERTAI SEBUAH ACARA SAWERAN// ACARA INI DILAKUKAN/ KARENA TADI MALAM KAJALI BERMIMPI DIDATANGI GURUNYA/ MADASIK/ YANG MEMINTANYA MENGELUARKAN SEDIKIT UANG UNTUK KESUKSESAN PEKERJAANNYA// KAJALI PERCAYA/ PERMINTAAN ITU MERUPAKAN AMANAT YANG HARUS DIPENUHI// KARENA/ SEJAK IA MENEKUNI WILAYAH KESENIANNYA PADA TAHUN 1958/ IA MEMANG BEGITU DEKAT DENGAN PANDANGAN-PANDANGAN BERBAU MISTIS// DAN/ KARENA PETUNJUK SANG GURU MADASIK ITULAH/ PADA TAHUN 70-AN/ KAJALI MEMBERANIKAN DIRI MEMPERGELARKAN WAYANG KULIT TANPA NAYAGA DAN PESINDEN//
DULU/ IA MENYEBUT DIRINYA SEBAGAI DALANG TUNGGAL// TAPI/ PENONTON YANG MERASA GARING KARENA BANYAK RUANG KOSONG YANG TAK TERISI MUSIK DAN NYANYIAN/ MENYEBUTNYA SEBAGAI DALANG WAYANG GARING// MENDAYUNG SEPEDA DARI SATU DESA KE DESA LAIN ADALAH CARA KAJALI/ UNTUK TETAP MEMPERTUNJUKKAN WAYANG GARING// TANPA IA TIDAK PEDULIKAN/ SEBERAPA JAUH DAN SEBERAPA PENAT/ IA TELAH MELEWATI JALAN-JALAN BERKERIKIL//
MESKI TERPINGGIRKAN/ SEBENARNYA WAYANG GARING MASIH MENDAPAT TEMPAT DI HATI WARGA DI DAERAH BANTEN INI// MEREKA YAKIN/ KESENIAN YANG DIKEMBANGKAN KAJALI MERUPAKAN WARISAN SALAH SEORANG WALI ALLAH/ SUNAN KALI JOGO/ YANG MENYEBARKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN BUDAYA/ PADA ABAD KE-17// KARENA ITU/ KETIKA TERSIAR KABAR AKAN ADANYA PENTAS WAYANG GARING DI SEBUAH TEMPAT/ MAKA WARGA DI KAWASAN INI PUN BAHU-MEMBAHU MENDIRIKAN PANGGUNG UNTUK PEMANGKU HAJAT// MEREKA TAHU/ MALAM NANTI/ KAJALI AKAN MEMAINKAN SEBUAH LAKON/ UNTUK MENGHIBUR SANG PEMILIK RUMAH/ YANG MERAYAKAN ACARA KHITANAN PUTRANYA//
MALAM INI/ KAJALI MEMAINKAN LAKON BAMBANG JAKA TREWELU/ YANG MENGISAHKAN KEINGINAN DEWALA ATAU PETRUK/ UNTUK MENJADI RAJA// SEPERTI JUGA WAYANG KULIT DI DAERAH LAIN/ WAYANG GARING JUGA MEMAINKAN SEMUA TOKOH MAHABRATA/ SERTA SEMAR DAN PUTRA-PUTRANYA// BEDANYA DENGAN WAYANG KULIT LAIN/ KAJALI MEMAINKAN WAYANG USANGNYA DENGAN KESENDIRIAN/ YANG TENTU SAJA/ TERASA GARING//
DARI MULUTNYA/ KAJALI BISA MENGHANTARKAN SEKITAR 100 MACAM CERITA// IA HAFALKAN CERITA-CERITA YANG IA DAPAT DARI GURUNYA/ MADASIK/ UNTUK DIPERLIHATKAN KEPADA ORANG BANYAK// DAN/ IA TIDAK MERASA JENGAH DENGAN RUPA DAN WARNA WAYANG YANG TAK LAGI INDAH// BAHKAN/ IA JUGA TIDAK PEDULI BERBAGAI KESENIAN MODERN YANG TERUS MENGGILAS KESENIAN TRADISIONAL/ DAN MERAMPAS SEBAGIAN BESAR NAFKAHNYA// DENGAN SUKA-DUKA YANG IA TANGGUK SELAMA 35 TAHUN INI/ TERNYATA TIDAK MEMBUATNYA HARUS PUTUS ASA UNTUK MENINGGALKAN WAYANG GARING//
KETIKA WAYANG-WAYANG MILIKI KAJALI DIISTIRAHATKAN DI DALAM KARUNG/ IA MENCOBA BERTAHAN HIDUP DENGAN MENJADI BURUH TANI// DENGAN UPAH YANG RELATIF KECIL/ IA TEKUNI JUGA PROFESI SAMPINGAN INI/ UNTUK SEKEDAR MEMENUHI NAFKAH KELUARGANYA// DALAM KESEMPATAN LAIN/ KAJALI JUGA KERAP MENDAPAT KESEMPATAN UNTUK MENYAMPAIKAN EPOS MAHABARATA/ KISAH RAMAYANA/ HINGGA BABAD BANTEN/ MELALUI MEDIUM RADIO// KAJALI BERSYUKUR/ KESENIAN TRADISIONAL YANG DIGELUTINYA INI/ KINI MULAI MENEMBUS RUANG TAK TERBATAS// DAN/ IA TIDAK PEDULI/ IA TIDAK MEMPEROLEH BANYAK MATERI ATAS KERJA-KERASNYA INI//
YANG IA TAHU/ KETIKA SEPEDA TUA MILIKNYA SINGGAH DI SEBUAH TEMPAT HAJAT/ MAKA IA HARUS MENYIAPKAN SEBUAH CERITA DAN MEMONOLOGKANNYA/ SEMAMPU-MAMPUNYA// TANPA IA PEDULI/ APAKAH PENONTON MEMPERHATIKAN ATAU MENIKMATI SUGUHAN LAKON WAYANG GARINGNYA//
DAN/ KAJALI MEMANG TETAP KAJALI// DENGAN KEPAPAANNYA/ DENGAN KESEDERHANAAN HIDUPNYA/ IA TERUS MENGARUNGI HIDUP// IA TERUS MENGALIR/ TANPA PERNAH BERPIKIR JAUH TENTANG NASIB KESENIAN WAYANG GARING// NAMUN/ IA TERUS BERJUANG DENGAN SEKARUNG WAYANG KULIT DI DALAMNYA/ UNTUK MEMPERLIHATKAN SEBUAH KESENIAN TRADISIONAL YANG BERADA DI AMBANG KEPUNAHAN//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar