Juni 20, 2007

PERAHU BUGIS DAN FILOSOFI "LA GALIGO"

Seorang Filolog Bugis, Doktor Nurhayati Rahman MS, membuka lemari perpustakaan dan meraih sebuah buku sastra kuno Bugis “La Galigo”. Ia membaca dua bait tradisi lisan tentang filosofis perahu bagi orang Bugis. Uraian bermakna dalam itu mengiringi perjalanan sebuah perahu yang tengah melaju di tengah samudera.

Perahu dan laut merupakan bagian terbesar bagi filosofi, prilaku hidup, dan keseharian warga suku Bugis dan suku-suku di Pulau Sulawesi. Mereka bukan hanya dikenal sebagai pelaut yang tangguh atau nelayan yang trampil. Tapi, juga sebagai pembuat perahu kayu yang handal. Dan, tentu saja, dengan teknologi tradisionalnya. Kesimpulan itu bukan hanya tercatat dalam naskah kuno “La Galigo”, tapi juga dalam bukti nyata, yang diperlihatkan para pembuat perahu di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Di pesisir Desa Tana Beru, Bulukumba, Haji Muslim Baso dikenal sebagai pembuat perahu yang handal. Suatu pagi, ia bersama punggawa dan para sahinya bersiap-siap meluncurkan sebuah perahu mesin ke tengah laut. Perahu milik WWF itu memang hasil kerjanya selama dua bulan terakhir, dan kini sang “bayi” bersiap-siap dihadirkan kea lam dunia.

Bila Muslim Baso akan bertutur tentang keterampilan, teknologi tradisional – mereka membuat perahu diawali dengan membuat kulit, setelah itu rangka – sistem kerja, serta ritual pembuatan sebuah perahu. Maka Pilolog Bugis Dr. Nurhayati Rachman akan bertutur filosofi dan makna sebuah perahu menurut naskah kuno “La Galigo”. Penuturan kedua narasumber akan dibarengi dengan gambaran pembuatan perahu dan beragam suasana laut di wilayah Bulukumba.


TIM PRODUKSI:
“Perahu Bugis”;
Syaiful Halim (Sutradara/Penulis Naskah); Akhe Mona (Pengarah Fotografi/Kamerawan); Syamsul Fajri (Penyunting Gambar); Billy Soemawisastra (Narator); M. Nur Ridwan & Budi Utomo (Penata Grafis); Ari Widagdo (Penata Musik); Suparyono & Asfriyanto (Periset); Tamrin Soppeng (Pendukung Produksi); Dr. Nurhayati Rachman & H. Muslim Baso (Narasumber/Talent). Diproduksi di Bulukumba, Sulsel, pada 16 Maret – 23 April 2007. Ditayangkan di Program POTRET SCTV pada 28 April 2007.


NARASI ORISINAL:

Apabila engkau menemui kesulitan di tengah laut,

maka palingkanlah perahumu ke sebelah kanan tujuh kali.

Kalau pun engkau tidak diberikan jalan,

maka palingkanlah perahumu ke sebelah kiri tujuh kali.

Kalau pun engkau tidak diberi jalan,

barulah engkau menempuh kesulitan.


SEORANG BAYI BAKAL LAHIR KE MUKA BUMI// DAN/ HAJI MUSLIM ADALAH IBU SANG BAYI MERAH/ YANG TENGAH BERSIAP-SIAP MEMULAI KEHIDUPAN BARU DI ALAM FANA ITU//


BAGI WARGA SUKU BUGIS/ PEMBUAT PERAHU BISA DIIBARATKAN SEORANG IBU/ DENGAN PERAHU SEBAGAI BAYINYA// KARENA/ DI ANTARA KEDUANYA BUKAN HANYA TERIKAT DALAM HUBUNGAN KREATOR DAN SEBUAH BENDA MATI// NAMUN/ JAUH DI DALAM/ JUGA TERJALIN SEBUAH IKATAN BATIN NAN KOKOH/ LAKSANA IBU DAN SANG JABANG BAYI// KARENA ITU/ KETIKA PARA SAHI BGEKERJA KERAS MELEPASKAN PERAHU KE TENGAH LAUT/ MAKA HAJI MUSLIM BASO JUGA MERASAKAN PADUAN SUKACITA DAN RASA HARU/ SEPERTI SEORANG IBU YANG TENGAH MELAHIRKAN//


HAJI MUSLIM BASO ADALAH SALAH SEORANG PEMBUAT PERAHU TERNAMA DI DESA TANA BERU/ BULUKUMBA/ SULAWESI SELATAN// IA PERANCANG DAN PENGAWAS SETIAP PEMBUATAN SEBUAH PERAHU/ ATAU PUNGGAWA// SEDANGKAN PELAKSANA RANCANGANNYA ADALAH PARA SAHI/ ATAU TUKANGNYA//


LAUT DAN PERAHU ADALAH KEHIDUPAN SUKU BUGIS/ DAN SUKU-SUKU LAUT DI PULAU SULAWESI// KARENA/ FILOSOFI/ PRILAKU/ DAN CARA BERPIKIR MEREKA/ UMUMNYA SENANTIASA DIKAITKAN DENGAN LAUT DAN PERAHU// KETERKAITAN ITU BEGITU NYATA DALAM PAPARAN NASKAH KUNO BUGIS “LA GALIGO”// PERSISNYA/ SAAT MENGURAI KISAH PERJALANAN SAWERIGADING KE TANAH CINA/ DENGAN SEBUAH PERAHU BESAR// DALAM NASKAH KUNO ITU DIGAMBARKAN PULA/ SEOLAH PERAHU BESAR MEMBOYONG MANUSIA DAN TETUMBUHAN//


WARGA SUKU BUGIS MEMILIKI TEKNIK TERSENDIRI DALAM MEMBUAT PERAHU// RITUAL MERUPAKAN LANGKAH PERTAMA/ SEBELUM DILAKUKAN PENEBANGAN POHON UNTUK MEMBUAT LUNAS PERAHU/ ATAU KALABISEANG// SETELAH ITU/ BARULAH PARA SAHI PUN MERAIH ALAT KERJANYA/ DAN MENGHALUSKAN LUNAS PERAHU/ DI GALANGAN KAPAL YANG DISEBUT BANTILANG// USAI LUNAS PERAHU ATAU KALABISEANG DIHALUSKAN/ PARA SAHI PUN MEMASANG DUA PENOPANG LUMBUNG PERAHU DI UJUNG DAN EKOR PERAHU/ YANG DISEBUT SOTTING// BERIKUTNYA/ LAMBUNG PERAHU ATAU KULIT PERAHU PUN DIPASANG/ MEMBENTUK SEBUAH PERAHU//


INILAH PERBEDAAN PEMBUATAN PERAHU BUGIS DIBANDINGKAN PERAHU MODERN// KARENA/ PERAHU BUGIS DIBUAT/ DENGAN TERLEBIH DAHULU MEMBUAT LAMBUNGNYA/ SETELAH ITU BARU RANGKANYA// SEBALIKNYA DENGAN PERAHU MODERN/ YANG DIBUAT TERLEBIH DAHULU RANGKANYA/ DAN BARU LAMBUNGNYA// BAGI HAJI MUSLIM BASO/ TEKNIK TRADISIONALNYA MEMBERIKAN KEUNTUNGAN DALAM PENGGUNAAN BAHAN BAKU// KARENA/ KULIT PERAHU BISA DIBENTUK SESUAI RANCANGAN/ TANPA BANYAK MEMBUANG KAYU//


JAUH SEBELUM PARA SAHI BEKERJA/ HAJI MUSLIM BASO SEBAGAI PUNGGAWA AKAN MERANCANG DAN MEMPERHITUNGKAN RENCANA PRODUKSI// BERDASARKAN HITUNGAN ITU/ MAKA IA BISA MEMPERKIRAKAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU/ LAMA PEKERJAAN/ JUMLAH SAHI/ DAN BIAYA PRODUKSI// HASIL HITUNGAN ITULAH YANG DIJADIKAN PATOKAN HARGA DAN DIAJUKAN KE PELANGGAN/ YANG OLEH WARGA SETEMPAT DISEBUT SAMBALU//


PERAHU BUGIS MEMILIKI CATATAN PANJANG DALAM KEHIDUPAN SUKU-SUKU DI PULAU SULAWESI// SEJUMLAH ARKEOLOG MENCATAT/ INDUSTRI TRADISIONALNYA TELANG DIMULAI SEJAK MASA PEMERINTAHAN KERAJAAN GOWA// DAN BILA MEMBUKA KEMBALI HALAMAN-HALAMAN LONTAR NASKAH KUNO “LA GALIGO”/ MAKA MASA ITU BERADA PADA SEKITAR ABAD KE-7// ATAU SETIDAKNYA/ PADA ABAD KE-12//


DAN SUKU BUGIS DARI DESA ARA DI WILAYAH BULUKUMBA/ KERAP DISEBUT JUGA ORANG ARA/ TERCATAT SEBAGAI PEMBUAT-PEMBUAT PERAHU BUGIS YANG TRAMPIL// MEREKA BUKAN HANYA MEMBUAT PERAHU UNTUK KEBUTUHAN MENCARI IKAN/ ATAU BERNELAYAN/ TAPI JUGA UNTUK ALAT TRANSPORTASI// BAHKAN/ PERAHU BESAR UNTUK BERNIAGA/ SEPERTI YANG DILAKUKAN OLEH SAWERIGADING// KARENA ITU/ PERAHU BUGIS MEMILIKI BANYAK RAGAM DAN UKURAN/ DARI YANG BERUKURAN BESAR HINGGA KECIL// DAN/ BIASANYA PERAHU-PERAHU ITU MEMILIKI NAMA TERSENDIRI/ SEMACAM PAJJALA/ BANGGO/ ATAU SANDEK// BELAKANGAN/ JENIS PERAHU PHINISI LEBIH DISEBUT-SEBUT SEBAGAI PERAHU KHASNYA SUKU BUGIS//


DI LUAR CATATAN SEJARAH DAN PESAN FILOSOFIS/ WARGA SUKU BUGIS DAN JUGA SUKU-SUKU LAIN DI PULAU SULAWESI/ DIKENAL DEKAT DENGAN MITOS// BAHKAN/ KETERAMPILAN MEMBUAT PERAHU WARGA DI WILAYAH BULUKUMBA INI PUN KERAP DIHUBUNGKAN DENGAN MITOS// KONON/ KETIKA PERAHU SAWERIGADING HANCUR DI PERAIRAN KAWASAN TANJUNG BIRA/ LAYARNYA TERDAMPAR DI PULAU BIRA/ DAN SERPIHAN LAMBUNG PERAHUNYA TERDAMPAR DI DESA ARA//


PADA AKHIRNYA/ DARI TANJUNG BIRA PUN MENJADI TEMPAT LAHIRNYA PELAUT-PELAUT YANG TANGGUH// DAN HINGGA KINI/ PELAUT-PELAUT DARI TANJUNG BARU TELAH MENYEBAR HAMPIR KE SELURUH NUSANTARA// SEDANGKAN DARI DESA ARA/ MENJADI TEMPAT KELAHIRAN PARA PEMBUAT PERAHU YANG TERAMPIL// TERBUKTI HINGGA KINI/ DI SEPANJANG PESISIR TANA BERU/ BULUKUMBA/ MASIH DIRAMAIKAN OLEH BERBAGAI KEGIATAN PEMBUATAN PERAHU// DAN/ MEREKA MELAYANI PEMESANAN BUKAN HANYA DARI DALAM NEGERI/ TAPI JUGA LUAR NEGERI//


HAJI MUSLIM BASO SEBENARNYA BERASAL DARI DESA ARA// NAMUN/ SELAMA DUA PULUH TAHUN INI/ IA JUSTRU BERMUKIM DI DESA TANA BERU// IA BELAJAR MEMBUAT PERAHU SEJAK USIA 16 TAHUN// DAN PADA USIA 21 TAHUN/ IA TELAH MAMPU MEMBUAT MENJADI PUNGGAWA SEBUAH PEMBUATAN PERAHU// DAN HINGGA KINI/ IA TIDAK TAHU LAGI/ BERAPA BERAPA YANG TELAH DIBUATNYA// YANG PASTI/ IA TELAH BANYAK MEMBUAT PERAHU UNTUK ORANG ASING// SEHINGGA/ PERAHU BUGIS PUN TELAH MENYEBAR KE MANCANEGARA SEBAGAI PERAHU PENGANGKUT BARANG ATAU PERAHU WISATA// DAN PERAHU MOTOR YANG TENGAH DILARUNGKAN KE LAUT INI PUN MERUPAKAN PESANAN SEBUAH LSM ASING// IA DAN PARA SAHINYA MEMBUAT PERAHU INI SEJAK ENAM BULAN YANG LALU//


CERITA KEBESARAN SUKU BUGIS DENGAN PELAYARAN SAWERIGADINGNYA DENGAN PERAHU BUGISNYA/ SEPERTI TERPAPAR DALAM NASKAH KUNO “LA GALIGO”/ TERBUKTI BUKAN CERITA REKAAN SEMATA// KARENA/ KINI SIAPAPUN BISA MELIHAT WARISAN KEAHLIAN DAN KETERAMPILAN/ YANG DITURUNKAN OLEH PARA LELUHUR SUKU BUGIS ITU DI TANA BERU/ BULUKUMBA//


DI LUAR RASA BANGGA ITU/ WARGA SUKU BUGIS JUSTRU MEMBACA PAPARAN DALAM SASTRA KUNO “LA GALIGO”/ KHUSUSNYA BERKAITAN DENGAN SIMBOL LAUT PERAHU/ SEBAGAI AJARAN KEHIDUPAN// PERSISNYA/ FILOSOFI KEHIDUPAN SUKU BUGIS//


AKHIRNYA/ SANG JABANG BAYI PUN LAHIR KE DUNIA/ SERAYA DISERTAI TARIKAN LEGA NAFAS SANG IBU// SEBUAH PERAHU BUGIS TELAH BERADA DI LAUT// MAKA/ TUGAS SANG PUNGGAWA DAN PARA SAHINYA BERAKHIR// PERJUANGAN SELAMA SEKITAR ENAM BULAN/ DISERTAI PROSES PELARUNGANNYA YANG TIGA HARI/ SEAKAN TERBAYAR SUDAH/ DENGAN BISA TERAPUNGNYA PERAHU BUGIS ITU//


MAKA/ KISAH TENTANG PEMBUAT PERAHU BUGIS INI BERAKHIR DENGAN SUKACITA// SEKALI LAGI/ HAJI MUSLIM BASO MEMBUKTIKAN SEBAGAI/ SALAH SEORANG WARGA SUKU BUGIS/ YANG BUKAN HANYA TERAMPIL MEMBUAT PERAHU TRADISIONAL// NAMUN/ IA PUN BERHASIL MEMBUKTIKAN KEBESARAN NENEK MOYANGNYA/ YANG MEMILIKI SEJARAH PANJANGA DI SAMUDERA LUAS//


# Cemburu pada samudera yang menampung segala

# Cemburu pada sang ombak yang selalu bergerak

(Reffrein lagu “Cemburu” oleh Iwan Fals)

Tidak ada komentar: